Surabaya-|| Proyek pemasangan box culvert di Jl. Parang Kusumo, Surabaya, yang didanai dari APBD, menuai kritik tajam dari warga. Proyek ini dinilai tidak profesional, asal-asalan, dan amburadul, sehingga menimbulkan kekhawatiran akan kualitas dan transparansi pelaksanaannya.
Dikutip dari laman media dtikinformasi.com ,Salah satu poin utama yang menjadi perhatian warga adalah tidak dicantumkannya nominal nilai kontrak anggaran pada plakat proyek. Hal ini menimbulkan kesan ketidaktransparan dalam memberikan informasi kepada publik, sehingga memicu kritikan dan pertanyaan dari masyarakat. Warga merasa berhak mengetahui detail anggaran yang dialokasikan untuk proyek ini.
Pantauan di lokasi proyek menunjukkan adanya indikasi pekerjaan yang dikerjakan secara asal-asalan tanpa mempertimbangkan kualitas. U-dit yang digunakan tampak banyak retakan, dan pemasangan tetap dipaksakan meskipun kondisi debit air masih tinggi. Kondisi ini menimbulkan keraguan akan kekuatan dan ketahanan box culvert dalam jangka panjang.
Warga juga mengeluhkan aktivitas proyek yang mengganggu waktu istirahat mereka. Pada Sabtu dini hari, tanggal 18 Oktober 2025, sekitar pukul 02:30, pihak proyek menggunakan alat blaker yang menimbulkan kebisingan dan mengganggu kenyamanan warga. Hal ini menunjukkan kurangnya koordinasi dan perencanaan yang baik dari pihak pelaksana proyek.
Temuan lain yang menambah buruk citra proyek ini adalah adanya dugaan penjualan pipa besi bekas PDAM oleh pihak pekerja proyek. Tindakan ini dinilai sangat miris dan mencoreng nama baik proyek yang seharusnya memberikan manfaat bagi masyarakat. Dugaan ini menimbulkan pertanyaan tentang integritas dan pengawasan internal proyek.
ketika dikonfirmasi, pelaksana atau pengawas lapangan proyek, Jamal/Salim, menyatakan bahwa pekerjaan telah dikerjakan sesuai standar dan aturan yang berlaku. Namun, pernyataan ini bertentangan dengan fakta yang ditemukan di lapangan dan keluhan dari warga. Hal ini menimbulkan ketidakpercayaan terhadap pihak pelaksana proyek.
Pihak pelaksana proyek dinilai mengabaikan Perpres No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dan UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Hal ini semakin memperkuat dugaan adanya ketidaktransparan dalam pelaksanaan proyek dan potensi pelanggaran hukum.
Masyarakat Jl. Parang Kusumo meminta agar pemerintah segera mengambil tindakan tegas terhadap masalah ini. Mereka berharap agar proyek ini dapat diselesaikan dengan baik dan sesuai dengan standar yang diharapkan. Warga juga meminta agar pemerintah meningkatkan pengawasan terhadap proyek dan memastikan bahwa APBD digunakan dengan efektif dan efisien.
Warga menekankan bahwa APBD adalah uang rakyat, sehingga harus digunakan dengan baik dan transparan. Mereka juga menyoroti penggunaan tanah bekas galian yang hanya dijadikan urugan di pinggiran U-dit tanpa menggunakan sirtu sama sekali, yang dinilai sebagai tindakan yang tidak profesional dan berpotensi mengurangi kualitas pekerjaan.
Proyek pemasangan box culvert di Jl. Parang Kusumo Surabaya menjadi contoh nyata pentingnya pengawasan yang ketat dan transparansi dalam pelaksanaan proyek-proyek pemerintah. Masyarakat berharap agar pemerintah dapat segera mengatasi masalah ini dan memastikan bahwa proyek ini memberikan manfaat yang optimal bagi warga Surabaya.
Masyarakat berharap agar pemerintah lebih memperhatikan kualitas pekerjaan dan transparansi dalam setiap proyek yang didanai oleh APBD. Mereka juga berharap agar pemerintah lebih responsif terhadap keluhan dan masukan dari masyarakat, serta tidak ragu untuk memberikan sanksi tegas kepada pihak-pihak yang terbukti melakukan pelanggaran.
Kurangnya transparansi anggaran menjadi sorotan utama, di mana tidak dicantumkannya nilai kontrak pada plakat proyek menimbulkan kesan ketidakjelasan informasi kepada publik.
Indikasi kualitas pekerjaan yang buruk terlihat dari banyaknya retakan pada U-dit dan pemasangan yang dipaksakan meski debit air tinggi, menimbulkan keraguan akan kekuatan box culvert.
"Gangguan kebisingan akibat penggunaan alat blaker pada dini hari mengganggu waktu istirahat warga, menunjukkan kurangnya koordinasi proyek.
(Red/team)
dibaca