Surabaya-|| Polrestabes Surabaya Polda Jatim menangkap lima orang pelaku yang mengaku sebagai anggota organisasi masyarakat (ormas) yang menduduki lahan milik warga dan menyewakannya secara ilegal. Aksi yang berlangsung diam-diam itu terbongkar setelah Polisi mendapat laporan dari masyarakat yang resah dengan keberadaan komplotan preman itu.
Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya, AKBP Aris Purwanto mengungkapkan bahwa modus para pelaku adalah dengan menyasar lahan kosong yang ditinggal pemiliknya dalam waktu lama. Setelah itu, mereka memasang atribut Ormas berupa bendera sebagai penanda seolah-olah lahan tersebut milik kelompok mereka.
Kelima pelaku yang kini mendekam di sel tahanan antara lain MS (45), yang merupakan otak dari penyewaan lahan tersebut. Ia bekerja sama dengan M (41) yang bertugas menarik uang sewa dari para penyewa dan menyetorkannya kepada MS. Sementara itu, tiga pelaku lainnya, yakni B (25), AA (23), dan IZ (42), diketahui masuk ke rumah-rumah kosong dan mengambil perabotan di dalamnya untuk dijual.
Hasil penjualan barang-barang itu mencapai Rp1.250.000, sementara total pendapatan dari penyewaan lahan masih dalam penyelidikan pihak berwajib. Pihak kepolisian juga menemukan bahwa kelompok ini tidak memiliki legalitas formal apa pun, dan penempatan simbol Ormas hanyalah cara untuk menakut-nakuti masyarakat dan menciptakan kesan bahwa mereka berhak mengelola lahan tersebut.
Akibat perbuatannya, kelima pelaku dijerat dengan sejumlah pasal pidana berat, termasuk Pasal 363 KUHP (pencurian), Pasal 170 KUHP (kekerasan terhadap orang atau barang), Pasal 385 KUHP (penyerobotan hak atas tanah), dan Pasal 167 KUHP (masuk pekarangan tanpa izin). Pelaku terancam hukuman 7 tahun penjara paling lama.
Kasi Humas Polrestabes Surabaya AKP Rina Shanty mengimbau kepada masyarakat agar segera melapor jika menemukan aktivitas mencurigakan terkait penggunaan lahan atau rumah kosong, terutama jika melibatkan kelompok yang mengklaim sebagai Ormas tanpa legalitas. Pihak kepolisian berkomitmen akan terus melakukan pengawasan dan tindakan represif terhadap upaya penyerobotan lahan yang merugikan masyarakat.
Kasus ini menjadi peringatan keras bahwa premanisme dengan kedok Ormas tak bisa dibiarkan merajalela. Penegakan hukum yang tegas menjadi keharusan untuk melindungi hak-hak warga atas properti mereka. Dengan demikian, masyarakat dapat merasa aman dan nyaman dalam menjalankan aktivitas sehari-hari."imbuhnya. (Sam)
dibaca